Tiang Terakhir . . . . . (Penggurusan untuk Relokasi Pasar Sentral Poso)

Matahari belum lagi terbit di hari itu.  Tapi suara tiang listrik yang dipukul berbalas-balasan sudah nyaring terdengar di sekitaran Pasar Sentral kota Poso. Tidak jauh, barisan aparat gabungan dari Satpol PP, Kepolisian dan Tentara lengkap dengan pakaian pelindungan berbaris rapat. Bersama mereka, ada sejumlah alat berat yang turut serta. Tujuan mereka satu, melakukan pengosongan di area Pasar Sentral Poso. Ini adalah bagian dari kebijakan dari pemerintah daerah setempat untuk merelokasi aktivitas jual beli ke Pasar Baru yang letaknya di sebelah selatan pusat kota. Kebijakan yang belum sepenuhnya bisa diterima oleh para pedagang.

Bagi mereka yang menolak relokasi dan masih bertahan di pasar itu, pukulan tiang listrik yang mereka lakukan adalah sebuah petanda telah tibanya ‘Hari’ ini. ‘Hari’ yang mereka paham benar bahwa itu pasti akan datang.  Saat pemerintah menggunakan segenap kekuatannya dan mereka tak punya kuasa lagi untuk bertahan. Apalagi suara mereka sendiri tak lagi utuh karena sebagian pedagang lain sudah memutuskan ikut ketusan pemerintah, hijrah ke tempat baru.

Dan selasa pagi itu, pembongkaran bangunan-bangunan di Pasar Sentral dimulai. Tak ada terlihat perlawanan berarti dari mereka yang menolak. Hanya ada beberapa ban yang dibakar di tengah jalan raya dan blokade balok kayu yang melintang di pintu masuk kompleks pasar. Rintangan-rintangan itu terlalu mudah bagi para eksekutor yang bergerak dengan dukungan kendaraan alat-alat berat. Perlawanan yang sedikit itu mungkin hanya seremonial penutup dari penolakan panjang sejak wacana relokasi ini beredar beberapa tahun tahun yang lalu. “Kami tahu kami pasti akan tergusur, tapi tidak mungkin tanpa perlawanan. Setidaknya mereka tahu kalau kami masih ada”.

Sore harinya, hampir seluruh bangunan semi-permanen yang ada di dalam kompleks Pasar Sentral itu sudah rubuh tanpa bentuk. Hanya tersisa bangunan utama dibahagian tengah-nya. Dua buah prasasti dengan tulisan yang telah memudar masih bias dilihat di bagian tengah dari bangunan utamanya. Prasasti pertama menuliskan tentang peletakan batu pertama pembangunan pasar ini pada tahun 1982 silam. Sementara prasasti ke-dua memperlihatkan peresmiannya yang dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri masa itu, Soepardjo Roestam, setahun setelah peletakan batu pertama. Pasar Sentral ini akhirnya tutup buku setelah 34 tahun menjadi sentrum aktifitas jual beli masyarakat.

Gallery

Leave a comment