Pagi ini menyempatkan datang ke kantor untuk mengambil dokumen yang saya tinggalkan di laptop. Mata masih agak berat setelah semalam menunggui pesta kembang api pergantian tahun di Rujab Gubernuran. Menunggui file ter-copy semuanya, saya membereskan beberapa hal, termasuk mencabuti kalender 2019 yang tertempel di dinding, begitu juga yang ada di meja.
Tahun 2018 baru saja berakhir, dan entah kenapa tahun ini terasa jauh lebih cepat dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saya coba mengingat-ingat lagi beberapa peristiwa yang dijalani sepanjang tahun lalu dan semuanya terasa baru kemarin.
Januari – Trip pertama di Pulau Rote
Membuka tahun 2018 dengan mengunjungi Pulau Rote. Ini destinasi wisata populer terdekat dari Pulau Timor. Ketika di Pesawat, mungkin hanya 10-15 menit selisih antara Pramugari mempersilahkan membuka sabuk pengaman karena pesawat sudah berada di posisi terbang sempurna, dengan ketika dia meminta memasang lagi karena sudah akan mendarat.
Begitu tiba langsung berkeliling menikmati pantai dan sunset yang menakjubkan. Salah satu yang terbaik. Di hari lain kami mengeksplorasi pantai dan berkeliling diantara pulau-pulau kecil. Hanya saja, datang di Rote pada bukan Desember bukan pilihan terlalu bijak. Hujan kerap mengganggu jadwal dan ada satu hari kami yang mesti tersia-siakan karenanya.

Februari – Kantor Baru . .
Mungkin sudah DNA-ku untuk selalu exciting dengan suasana baru. Kantor yang lebih luas dan halaman yang dipenuhi pepohonan adalah semangat baru, meski sesungguhnya 30-40 persen waktu-ku dihabiskan tempat atau kota lain.
Sebuah teras kecil di lantai dua menjadi tempat favorit untuk merenung dan mengendapkan gagasan. Bagi seorang yang 80% kerjaannya menulis dan berimajinasi, teras kecil ini tempat favorit.

Maret – Menjelajahi Labuan Bajo dan Desa Adat Wae rebo.
Labuan bajo adalah perjalanan yang lama diimpikan. Reputasinya sudah menjadi magnet sejak pertama saya pindah ke NTT sini, dan kemudian akhirnya terwujud bersama teman-teman se-kantor. Terlalu banyak yang bisa di ceritakan. Perjalanan dengan Kapal, lanskap yang nyaris sempurna, Liat Manta berenang, dan yang jadi favoritku, berenang bersama ribuan makhluk laut yang di tempat ini terasa begitu akrab dengan manusia.

Usai Labuan Bajo, kami bergerak ke desa adat Wae Rebo. Perjalanan darat dengan mobil dan kemudian disambung dengan jalan kaki mendaki ke desa tersebut. Bumbu Pelengkap di waktu itu adalah hujan yang mengguyur dan lintah-lintah yang tak berhenti menempel di kaki.
Tapi semua terbayar dengan suasanan desa adat dan keramahan sambutan yang kami terima di sana. Bangun pagi di Wae Rebo adalah salah satu pagi terbaik yang pernah kualami.

Maret (2) – Pulau Moyo
Masih di Bulan Maret. Usai liburan di Lbauan Bajo, perjalanan kapal lainnya mengantar saya untuk tiba di Pulau Moyo yang merupakan bagian dari Kabupaten Sumbawa. Perjalanan ini sesungguhnya adalah bagian dari kerjaan. Pulau ini dulu pernah di kunjungi keluarga kerajaan Inggris. Mereka mandi di sebuah air terjun di situ yang memang indah.

April – Lebih jauh tentang Sumba
Sebenarnya mengunjungi Sumba sudah menjadi bagian dari rutinitas kerja. Saya sudah beberapa kali ke sini. Tapi memang, jarang menyempatkan waktu untuk berjelajah ke tempat-tempat eksotiknya yang terkenal. Kesempatan pun datang dari bulan April ini dan itu adalah perjalanan sehari yang mengesankan. Sejak awal matahari terbit hingga kemudian dia terbenam. Lekuk-lekuk perbukitan di Sumba adalah surga bagi mata. Belum lagi air terjun yang terselip di antara pundak-pundak bukit itu.

Mei – Sumba, My beautiful work
Kali ini tentang pekerjaan. Salah satu project kami di Sumba akan berakhir. Saya membantu mereka mendokumentasikan cerita-cerita baik yang telah mereka capai selama ini, serta mengumpulan kisah-kisah dari orang-orang yang terlibat dengan project tersebut. Hampir dua pekan berkeliling Sumba Barat, (dalam suasana berpuasa) berdiskusi dan mewawancarai puluhan orang, mulai dari penggerak komunitas di tingkat desa hingga Bupati Kepala daerahnya. Cerita-cerita dan pengalaman mereka, tidak kalah indah dibanding alam Sumba itu sendiri.

Juni – Mudiiikk Lebaraaan
Yuuppp, lebaran pun tiba. Berkumpul dengan keluarga, dan makan pagi bersama Bapak. Semua itu menjadi hal terbaik di Bulan Juni atau mungkin sepanjang tahun. Setelah berbulan-bulan bergulat dengan pekerjaan, rumah memang menjadi tempat beristirahat yang sempurna.

Juli – Kembali Ke Sumbawa
Usai berlebaran, kita kembali ke pekerjaan. Dan kembali pula ke pulau Sumbawa. Ini tentang project lain yang juga resmi selesai. Saya datang membantu teman-teman di sana menyelenggarakan acara penutupannya. Project ini hanya berlangsung setahun, tapi terlihat bagaimana itu begitu membekas. Dari ngobrol tidak resmi dengan beberapa orang, serta suasana ketika acara penutupan berlangsung, ada yang berkesan bagi mereka.

Agustus – Gempa Lombok
Sehari setelah meninggalkan NTB, gempa 6,2 mengguncang Lombok Timur dan Lombok Utara. Saya pun diminta kembali ke sana. Pada awalnya, tidak akan lama, mungkin hanya untuk 4-5 hari. Tapi pada hari ke-3 di sana, gempa menghantam lagi. Kali ini yang lebih masif. Kerusakan lebih besar dan korban jauh lebih banyak.
Ini pengelaman pertama terlibat dengan tim Respon di tempat saya bekerja. Hari pertama, saya tidak bisa menahan ketika melihat para korban bergelimpangan di halaman Rumah Sakit. Sempat syok dan duduk tidak jelas dengan air mata yang meleleh di depan ruang ICU, sampai seseorang datang mengingatkan saya untuk pindah karena gadung berpotensi rubuh.
Dari semula hanya 4 hari, penugasan di Lombok pun akhirnya berlangsung hingga 21 hari.

September – Sumba, Sejarah yang Tergerus
Kembali ke Sumba. Tragisnya kedatangan kali ini tidak jauh dari peristiwa kebakaran satu Kampung Adat, Bondo Maroto. Setahun lalu, pada kunjungan pertama di Sumba, ada pula Kampung Adat yang terbakar. Tentunya menyesakkan melihat satu demi satu warisan sejarah peradaban kita lenyap tersapu seperti ini. Pemerintah memang sudah menjamin pembangunan kembali kampung adat itu, tapi sebagaiman yang disampaikan oleh salah satu tetua adat di sana, Semua tak akan pernah sama lagi.

Oktober – Gempa Palu
Saya tengah penugasan di Kabupaten Perbatasan, Belu, ketika menonton berita gempa besar di Palu. Hanya berselang beberapa menit, beberapa whatsup masuk menanyakan kesiapan jika diminta kesana. Bagi saya, jawaban akan lebih dari ‘iya’. Gempa itu dekat dengan rumah dan Palu sendiri adalah bagian dari masa lalu.
Skala gempa yang lebih besar membuat respon di Palu adalah sebuah pengalaman ‘menarik’ yg berbeda. Kami, tim awal yang tiba di sana hanya 5 orang dan sudah mesti mengurus logistik yang diantarkan dengan pesawat. Bandara mutiara Palu tengah sibuk-sibuknya waktu itu. Koordinasi yang kurang baik dengan pemilik truk dan jumlah kami yang hanya secuil berujung kerja yang agak lambat. Kami pun kena semprot sama Tentara yang mengatur bandara di tengah panasnya kota itu.
Belum lagi mesti mengirim video dan foto di tengah jaringan internet kota yang belum normal. Mesti begadang menunggui hingga pukul 2 pagi. Dan kemudian bagun se-pagi mungkin untuk memulai lagi hari yang baru.

November – Maulid Adat di Lombok Utara
Bulan ini kembali lagi Lombok setelah 3 bulan lalu. Saya datang untuk mendokumentasikan hal-hal yang sudah kami lakukan di wilayah tersebut pasca gempa di Bulan Agustus lalu. Empat hari berkeliling, mengunjungi desa-desa yang dulu hampir tiap hari saya kunjungi.
Di Dua hari terakhir, oleh warga diajak mengikuti ritual Maulid Adat milik masyarakat Bayan. Pada hari puncaknya, saya diminta mengenakan kain adat tanpa daleman apa-apa agar bisa masuk ke beberapa tempat yang di sakralkan. Sebuah ritual yang menggetarkan bersama masyarakat adat Bayan.

Desember – Team Building Dengan Teman Kantor
Tidak ada cara yang lebih baik untuk menutup perjalanan tahun selain bergembira dengan orang-orang yang menghabiskan banyak waktu dengan kita. Tentu ini tidak semua. Judulnya adalah ‘Team Building’ dan intinya adalah senang-senang. Memang menyenangkan terlebih karena sempat bermain bola lagi dan mencetak hat-trick di satu pertandingan. Meski kemudian perayaan gol-nya berujung aib . . .
